Palang Merah Remaja
Sabtu, 28 Januari 2017
Jumat, 27 Januari 2017
sejarah lambang palang merah dan bulan sabit merah
Lambang Palang Merah
dan Bulan Sabit Merah Internasional
A. Sejarah Lambang
Lambang Palang Merah
Sebelum Lambang Palang Merah diadopsi sebagai Lambang yang netral untuk memberikan pertolongan kepada tentara yang terluka di medan perang, pada waktu itu setiap pelayanan medis kemiliteran memiliki tanda pengenal sendiri-sendiri dengan warna yang berbeda-beda. Austria misalnya, menggunakan bendera putih. Perancis menggunakan bendera merah dan Spanyol menggunakan bendera kuning. Akibatnya, walaupun tentara tahu apa tanda pengenal dari personel medis mereka, namun biasanya mereka tidak tahu apa tanda pengenal personel medis lawan mereka. Pelayanan medis pun tidak dianggap sebagai pihak yang netral. Melainkan dipandang sebagai bagian dari kesatuan tentara, sehingga tanda pengenal tersebut bukannya memberi perlindungan namun juga dianggap sebagai target bagi tentara lawan yang tidak mengetahui apa artinya.
Lambat laun muncul pemikiran yang mengarah kepada pentingnya mengadopsi Lambang yang menawarkan status netral kepada mereka yang membantu korban luka dan menjamin pula perlindungan mereka yang membantu di medan perang. Kepentingan tersebut menuntut dipilihnya hanya satu Lambang. Namun yang menjadi masalah kemudian, adalah memutuskan bentuk Lambang yang akan digunakan oleh personel medis sukarela di medan perang. Dalam suatu kurun waktu, ikat lengan berwarna putih dipertimbangkan sebagai salah satu kemungkinan. Namun, warna putih telah digunakan dalam konflik bersenjata oleh pembawa bendera putih tanda gencatan senjata, khususnya untuk menyatakan menyerah. Penggunaan warna putih pun dapat menimbulkan kebingungan sehingga perlu dicari suatu kemungkinan Lambang lainnya.
Delegasi dari Konferensi tahun 1863 akhirnya memilih Lambang Palang Merah di atas dasar putih, warna kebalikan dari bendera nasional Swiss (palang putih diatas dasar merah) sebagai bentuk penghormatan terhadap Negara Swiss. Selain itu, bentuk Palang Merah pun memberikan keuntungan teknis karena dinilai memiliki desain yang sederhana sehingga mudah dikenali dan mudah dibuat. Selanjutnya pada tahun 1863, Konferensi Internasional bertemu di Jenewa dan sepakat mengadopsi Lambang Palang Merah di atas dasar putih sebagai tanda pengenal perhimpunan bantuan bagi tentara yang terluka – yang nantinya menjadi Perhimpunan Nasional Palang Merah. Pada tahun 1864, Lambang Palang Merah di atas dasar putih secara resmi diakui sebagai tanda pengenal pelayanan medis angkatan bersenjata.
Lambang Bulan Sabit Merah
Delegasi dari Konferensi 1863 tidak memiliki sedikitpun niatan untuk menampilkan sebuah simbol kepentingan tertentu, dengan mengadopsi Palang Merah di atas dasar putih. Namun pada tahun 1876 saat Balkan dilanda perang, sejumlah pekerja kemanusiaan yang tertangkap oleh Kerajaan Ottoman (saat ini Turki) dibunuh semata-mata karena mereka memakai ban lengan dengan gambar Palang Merah. Ketika Kerajaan diminta penjelasan mengenai hal ini, mereka menekankan mengenai kepekaan tentara kerajaan terhadap Lambang berbentuk palang dan mengajukan agar Perhimpunan Nasional dan pelayanan medis militer mereka diperbolehkan untuk menggunakan Lambang yang berbeda yaitu Bulan Sabit Merah. Gagasan ini perlahan-lahan mulai diterima dan memperoleh semacam pengesahan dalam bentuk “reservasi” dan pada Konferensi Internasional tahun 1929 secara resmi diadopsi sebagai Lambang yang diakui dalam Konvensi, bersamaan dengan Lambang Singa dan Matahari Merah di atas dasar putih yang saat itu dipilih oleh Persia (saat ini Iran). Tahun 1980, Republik Iran memutuskan untuk tidak lagi menggunakan Lambang tersebut dan memilih memakai Lambang Bulan Sabit Merah.
Perkembangan Lambang: Kristal Merah
Pada Konferensi Internasional yang ke-29 tahun 2006, sebuah keputusan penting lahir, yaitu diadopsinya Lambang Kristal Merah sebagai Lambang keempat dalam Gerakan dan memiliki status yang sama dengan Lambang lainnya yaitu Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Konferensi Internasional yang mengesahkan Lambang Kristal Merah tersebut, mengadopsi Protocol Tambahan III tentang penambahan Lambang Kristal Merah untuk Gerakan, yang sudah disahkan sebelumnya pada Konferensi Diplomatik tahun 2005. Usulan membuat Lambang keempat, yaitu Kristal Merah, diharapkan dapat menjadi jawaban, ketika Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah tidak bisa digunakan dan ‘masuk’ ke suatu wilayah konflik. Mau tidak mau, perlu disadari bahwa masih banyak pihak selain Gerakan yang menganggap bahwa Lambang terkait dengan simbol kepentingan tertentu.
Penggunaan Lambang Kristal Merah sendiri pada akhirnya memilliki dua pilihan yaitu: dapat digunakan secara penuh oleh suatu Perhimpunan Nasional, dalam arti mengganti Lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah yang sudah digunakan sebelumnya, atau menggunakan Lambang Kristal Merah dalam waktu tertentu saja ketika Lambang lainnya tidak dapat diterima di suatu daerah. Artinya, baik Perhimpunan Nasional, ICRC dan Federasi pun dapat menggunakan Lambang Kristal Merah dalam suatu operasi kemanusiaan tanpa mengganti kebijakan merubah Lambang sepenuhnya.
B. Ketentuan Lambang
Bentuk dan Penggunaan
Ketentuan mengenai bentuk dan penggunaan Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ada dalam:
1. Konvensi Jenewa I Pasal 38 – 45
2. Konvensi Jenewa II Pasal 41 – 45
3. Protokol 1 Jenewa tahun 1977
4. Ketetapan Konferensi Internasional Palang Merah XX tahun 1965
5. Hasil Kerja Dewan Delegasi Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional tahun 1991
Pada penggunaannya, penempatan Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah tidak boleh sampai menyentuh pinggiran dan dasar putihnya. Lambang harus utuh dan tidak boleh ditambah lukisan, gambar atau tulisan. Pada Lambang Bulan Sabit Merah, arah menghadapnya (ke kanan atau ke kiri) tidak ditentukan, terserah kepada Perhimpunan yang menggunakannya.
Selanjutnya, aturan penggunaan Lambang bagi Perhimpunan Nasional maupun bagi lembaga yang menjalin kerjasama dengan Perhimpunan Nasional, misalnya untuk penggalangan dana dan kegiatan sosial lainnya tercantum dalam “Regulations on the Use of the Emblem of the Red Cross and of the Red Crescent by National Societies”. Peraturan ini, yang diadopsi di Budapest bulan November 1991, mulai berlaku sejak 1992.
Fungsi Lambang
Telah ditentukan bahwa Lambang memiliki fungsi untuk :
> Tanda Pengenal yang berlaku di waktu damai
> Tanda Perlindungan yang berlaku diwaktu damai dan perang/konflik
Apabila digunakan sebagai Tanda Pengenal, Lambang tersebut harus dalam ukuran kecil, berfungsi pula untuk mengingatkan bahwa institusi di atas bekerja sesuai dengan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan. Pemakaian Lambang sebagai Tanda Pengenal juga menunjukan bahwa seseorang, sebuah kendaraan atau bangunan berkaitan dengan Gerakan. Untuk itu, Gerakan secara organisasi dapat mengatur secara teknis penggunaan Tanda Pengenal misalnya dalam seragam, bangunan, kendaraan dan sebagainya. Penggunaan Lambang sebagai Tanda Pengenal pun harus didasarkan pada undang-undang nasional mengenai Lambang untuk Perhimpunan Nasionalnya.
Apabila Lambang digunakan sebagai tanda pelindung, Lambang tersebut harus menimbulkan sebuah reaksi otomatis untuk menahan diri dan menghormati di antara kombatan. Lambang harus selalu ditampakkan dalam bentuknya yang asli. Dengan kata lain, tidak boleh ada sesuatupun yang ditambahkan padanya – baik terhadap Palang Merah, Bulan Sabit Merah ataupun pada dasarnya yang putih. Karena Lambang tersebut harus dapat dikenali dari jarak sejauh mungkin, ukurannya harus besar, yaitu sebesar yang diperlukan dalam situasi perang. Lambang menandakan adanya perlindungan bagi:
> Personel medis dan keagamaan angkatan bersenjata
> Unit dan fasilitas medis angkatan bersenjata
> Unit dan transportasi medis Perhimpunan Nasional apabila digunakan sebagai perbantuan terhadap pelayanan medis angkatan bersenjata
> Peralatan medis.
Penyalahgunaan Lambang
Setiap negara peserta Konvensi Jenewa memiliki kewajiban membuat peraturan atau undang-undang untuk mencegah dan mengurangi penyalahgunaan Lambang. Negara secara khusus harus mengesahkan suatu peraturan untuk melindungi Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Dengan demikian, pemakaian Lambang yang tidak diperbolehkan oleh Konvensi Jenewa dan Protokol Tambahan merupakan pelanggaran hukum. Bentuk-bentuk penyalahgunaan Lambang yaitu:
> Peniruan (Imitation):
Penggunaan tanda-tanda yang dapat disalahmengerti sebagai lambang Palang Merah atau bulan sabit merah (misalnya warna dan bentuk yang mirip). Biasanya digunakan untuk tujuan komersial.
> Penggunaan yang Tidak Tepat (Usurpation):
Penggunaan lambang Palang Merah atau bulan sabit merah oleh kelompok atau perseorangan (perusahaan komersial, organisasi non-pemerintah, perseorangan, dokter swasta, apoteker dsb) atau penggunaan lambang oleh orang yang berhak namun digunakan untuk tujuan yang tidak sesuai dengan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan (misalnya seseorang yang berhak menggunakan lambang namun menggunakannya untuk dapat melewati batas negara dengan lebih mudah pada saat tidak sedang tugas).
> Penggunaan yang Melanggar Ketentuan/Pelanggaran Berat (Perfidy/Grave
misuse)
Penggunaan lambang Palang Merah atau bulan sabit merah dalam masa perang untuk melindungi kombatan bersenjata atau perlengkapan militer (misalnya ambulans atau helikopter ditandai dengan lambang untuk mengangkut kombatan yang bersenjata; tempat penimbunan amunisi dilindungi dengan bendera Palang Merah) dianggap sebagai kejahatan perang.
Referensi
1. Direktorat Jenderal Hukum Perundang-undangan Departemen Kehakiman, 1999, Terjemahan Konvensi Jenewa tahun 1949, Departemen Hukum dan Perundang-undangan, Jakarta.
2. International Committee of the Red Cross, 1994, Handbook of the International Red Cross and Red Crescent Movement, ICRC, Geneva.
3. International Committee of the Red Cross, 2005, Protocol Additional to the Geneva Conventions of 12 August 1949 and Relating to the Adoption of an Additional Distinctive Emblem (Protocol III). ICRC, Geneva.
4. International Committee of the Red Cross,1991, Regulation on the Use of the Emblem of the Red Cross or the Red Crescent by the National Societies, ICRC, Geneva, 1991.
5. Palang Merah Indonesia, 2006, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Palang Merah Indonesia tahun 2004 – 2009, Markas Pusat PMI, Jakarta.
6. Muin, Umar, 1999, Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
sejarah pmr
Sejarah terbentuknya Palang Merah Remaja
Sejarah terbentuknya Palang Merah Remaja di Indonesia tidak terlepas dari sejarah terbentuknya Palang Merah Remaja Internasional yang dilatar belakangi oleh terjadinya Perang Dunia I (1914-1918) yang pada waktu itu antara Austria dan Perancis sedang mengalami peperangan.
Karena kekurangan tenaga untuk memberikan bantuan,akhirnya mengerahkan anak-anak sekolah supaya turut membantu sesuai dengan kemampuannya. Mereka diberikan tugas – tugas ringan seperti mengumpulkan pakaian-pakaian bekas dan majalah-majalah serta koran bekas.
Anak-anak tersebut terhimpun dalam suatu badan yang disebut PMP (Palang Merah Pemuda) yang kemudian berubah menjadi PMR (Palang Merah Remaja).
Pada tahun 1919 di dalam sidang Liga Perhimpunan Palang Merah Internasional diputuskan bahwa gerakan Palang Merah Remaja menjadi satu satu bagian dari Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Kemudian usaha tersebut diikuti oleh negara-negara lain.
Dan pada tahun 1960,dari 145 Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah yang ada sebagian besar sudah memiliki Palang Merah Remaja.
Di Indonesia pada Kongres PMI ke-IV di Jakarta,tepatnya pada tgl 25-27 Januari 1950,PMI membentuk Palang Merah Remaja yang dipimpin oleh Ny. Siti Dasimah dan Paramita Abdurrahman.
Tepat pada tanggal 1 Maret 1950 berdirilah Palang Merah Remaja secara resmi di Indonesia.
Hymne PMI lagu yang pertama kali dikumandangkan pada tahun 1967 yang merupakan ciptaan Mochtar H. S. (yg lebih dikenal sebagai Mochtar Embut dan juga seorang tokoh PMI yang terkemuka waktu itu) menandai dari pembentukan Palang Merah Remaja (PMR) Kudus.
PMR Kudus merupakan yang kedua di Indonesia setelah Bandung. Bisa dibayangkan,pada masa itu PMI Kudus adalah merupakan cabang yang terkemuka di Indonesia.
Secara resmi berkembangnya PMR di sekolah didasari Surat Edaran Dirjen Pendidikan No. 11-052-1974, pada tanggal 22 Juni 1974.
Sejarah terbentuknya Palang Merah Remaja di Indonesia tidak terlepas dari sejarah terbentuknya Palang Merah Remaja Internasional yang dilatar belakangi oleh terjadinya Perang Dunia I (1914-1918) yang pada waktu itu antara Austria dan Perancis sedang mengalami peperangan.
Karena kekurangan tenaga untuk memberikan bantuan,akhirnya mengerahkan anak-anak sekolah supaya turut membantu sesuai dengan kemampuannya. Mereka diberikan tugas – tugas ringan seperti mengumpulkan pakaian-pakaian bekas dan majalah-majalah serta koran bekas.
Anak-anak tersebut terhimpun dalam suatu badan yang disebut PMP (Palang Merah Pemuda) yang kemudian berubah menjadi PMR (Palang Merah Remaja).
Pada tahun 1919 di dalam sidang Liga Perhimpunan Palang Merah Internasional diputuskan bahwa gerakan Palang Merah Remaja menjadi satu satu bagian dari Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Kemudian usaha tersebut diikuti oleh negara-negara lain.
Dan pada tahun 1960,dari 145 Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah yang ada sebagian besar sudah memiliki Palang Merah Remaja.
Di Indonesia pada Kongres PMI ke-IV di Jakarta,tepatnya pada tgl 25-27 Januari 1950,PMI membentuk Palang Merah Remaja yang dipimpin oleh Ny. Siti Dasimah dan Paramita Abdurrahman.
Tepat pada tanggal 1 Maret 1950 berdirilah Palang Merah Remaja secara resmi di Indonesia.
Hymne PMI lagu yang pertama kali dikumandangkan pada tahun 1967 yang merupakan ciptaan Mochtar H. S. (yg lebih dikenal sebagai Mochtar Embut dan juga seorang tokoh PMI yang terkemuka waktu itu) menandai dari pembentukan Palang Merah Remaja (PMR) Kudus.
PMR Kudus merupakan yang kedua di Indonesia setelah Bandung. Bisa dibayangkan,pada masa itu PMI Kudus adalah merupakan cabang yang terkemuka di Indonesia.
Secara resmi berkembangnya PMR di sekolah didasari Surat Edaran Dirjen Pendidikan No. 11-052-1974, pada tanggal 22 Juni 1974.
Selasa, 24 Januari 2017
materi pmr
SEJARAH PALANG MERAH
A. Sejarah Gerakan
Perang Solferino
Pada tanggal 24 Juni 1859 di Solferino, sebuah kota kecil yang terletak di daratan rendah Propinsi Lambordi, sebelah utara Italia, berlangsung pertempuran sengit antara prajurit Perancis dan Austria. Pertempuran yang berlangsung sekitar 16 jam dan melibatkan 320.000 orang prajurit itu, menelan puluhan ribu korban tewas dan luka-luka. Sekitar 40 ribu orang meninggal dalam pertempuran.
Banyaknya prajurit yang menjadi korban, dimana pertempuran berlangsung antar kelompok yang saling berhadapan, memang merupakan karakteristik perang yang berlangsung pada jaman itu. Tak ubahnya seperti pembantaian massal yang menghabisi ribuan orang pada satu waktu. Terlebih lagi, komandan militer tidak memperhatikan kepentingan orang yang terluka untuk mendapatkan pertolongan dan perawatan. Mereka hanya dianggap sebagai ‘makanan meriam’. Ribuan mayat tumpang tindih dengan mereka yang terluka tanpa pertolongan. Jumlah ahli bedah pun sangat tidak mencukupi. Saat itu, hanya ada empat orang dokter hewan yang merawat seribu kuda serta seorang dokter untuk seribu orang. Pertempuran tersebut pada akhirnya dimenangkan oleh Perancis.
Akibat perang dengan pemandangannya yang sangat mengerikan itu, menggugah Henry Dunant, seorang pengusaha berkebangsaan Swiss (1828 – 1910) yang kebetulan lewat dalam perjalanannya untuk menemui Kaisar Napoleon III guna keperluan bisnis. Namun menyaksikan pemandangan yang sangat mengerikan akibat pertempuran, membuat kesedihannya muncul dan terlupa akan tujuannya bertemu dengan kaisar. Dia mengumpulkan orang-orang dari desa-desa sekitarnya, dan tinggal di sana selama tiga hari untuk dengan sungguh-sungguh menghabiskan waktunya untuk merawat orang yang terluka.
Ribuan orang yang terluka tanpa perawatan dan dibiarkan mati di tempat karena pelayanan medis yang tidak mencukupi jumlahnya dan tidak memadai dalam tugas/keterampilan, membuatnya sangat tergugah. Kata-kata bijaknya yang diungkapkan saat itu, Siamo tutti fratelli (Kita semua saudara), membuka hati para sukarelawan untuk melayani kawan maupun lawan tanpa membedakannya.
Komite Internasional
Sekembalinya Dunant ke Swiss, membuatnya terus dihantui oleh mimpi buruk yang disaksikannya di Solferino. Untuk menghilangkan bayangan buruk dalam pikirannya dan untuk menarik perhatian dunia akan kenyataan kejamnya perang, ditulisnya sebuah buku dan diterbitkannya dengan biaya sendiri pada bulan November 1862. Buku itu diberi judul “Kenangan dari Solferino” (Un Souvenir De Solferino).
Buku itu mengandung dua gagasan penting yaitu:
> Perlunya mendirikan perhimpunan bantuan di setiap negara yang terdiri dari sukarelawan untuk merawat orang yang terluka pada waktu perang.
> Perlunya kesepakatan internasional guna melindungi prajurit yang terluka dalam medan perang dan orang-orang yang merawatnya serta memberikan status netral kepada mereka.
Selanjutnya Dunant mengirimkan buku itu kepada keluarga-keluarga terkemuka di Eropa dan juga para pemimpin militer, politikus, dermawan dan teman-temannya. Usaha itu segera membuahkan hasil yang tidak terduga. Dunant diundang kemana-mana dan dipuji dimana-mana. Banyak orang yang tertarik dengan ide Henry Dunant, termasuk Gustave Moynier, seorang pengacara dan juga ketua dari The Geneva Public Welfare Society (GPWS). Moynier pun mengajak Henry Dunant untuk mengemukakan idenya dalam pertemuan GPWS yang berlangsung pada 9 Februari 1863 di Jenewa. ternyata, 160 dari 180 orang anggota GPWS mendukung ide Dunant. Pada saat itu juga ditunjuklah empat orang anggota GPWS dan dibentuklah KOMITE LIMA untuk memperjuangkan terwujudnya ide Henry Dunant. Mereka adalah :
1. Gustave Moynier
2. dr. Louis Appia
3. dr. Theodore Maunoir
4. Jenderal Guillame-Hendri Dufour
Adapun Henry Dunant, walaupun bukan anggota GPWS, namun dalam komite tersebut ditunjuk menjadi sekretaris. Pada tanggal 17 Februari 1863, Komite Lima berganti nama menjadi Komite Tetap Internasional untuk Pertolongan Prajurit yang Terluka sekaligus mengangkat ketua baru yaitu jenderal Guillame – Henri Dufour.
Pada bulan Oktober 1863, Komite Tetap Internasional untuk Pertolongan Prajurit yang Terluka, atas bantuan Pemerintah Swiss, berhasil melangsungkan Konferensi Internasional pertama di Jenewa yang dihadiri perwakilan dari 16 negara (Austria, Baden, Beierem, Belanda, Heseen-Darmstadt, Inggris, Italia, Norwegia, Prusia, Perancis, Spanyol, Saksen, Swedia, Swiss, Hannover,dan Hutenberg). Beberapa Negara tersebut saat ini sudah menjadi Negara bagian dari Jerman.
Adapun hasil dari konferensi tersebut, adalah disepakatinya satu konvensi yang terdiri dari sepuluh pasal, beberapa diantaranya merupakan pasal krusial yaitu digantinya nama Komite Tetap Internasional untuk Menolong Prajurit yang Terluka menjadi KOMITE INTERNASIONAL PALANG MERAH atau ICRC (International Committee of the Red Cross) dan ditetapkannya tanda khusus bagi sukarelawan yang memberi pertolongan prajurit yang luka di medan pertempuran yaitu Palang Merah diatas dasar putih.
Pada akhir konferensi internasional 1863, gagasan pertama Dunant – untuk membentuk perhimpunan para sukarelawan di setiap negara pun menjadi kenyataan Beberapa perhimpunan serupa dibentuk beberapa bulan kemudian setelah konferensi internasional di Wurttemburg, Grand Duchy of Oldenburg, Belgia dan Prusia. Perhimpunan lain mengikuti seperti di Denmark, Perancis, Italy, Mecklenburgh-schwerin, Spain, Hamburg dan Hesse. Pada waktu itu mereka disebut sebagai Komite Nasional atau Perhimpunan Pertolongan.
Selanjutnya, dengan dukungan pemerintah Swiss kembali, diadakanlah Konferensi Diplomatik yang dilaksanakan di Jenewa pada tanggal 8 sampai 28 Augustus 1864. 16 negara dan empat institusi donor mengirimkan wakilnya. Sebagai bahan diskusi, sebuah rancangan konvensi disiapkan oleh Komite Internasional. Rancangan tersebut dinamakan “Konvensi Jenewa untuk memperbaiki kondisi tentara yang terluka di medan perang” dan disetujui pada tanggal 22 Agustus 1864. Lahirlah HPI modern. Konvensi itu mewujudkan ide Dunant yang kedua, yaitu untuk memperbaiki situasi prajurit yang terluka pada saat peperangan dan membuat negara-negara memberikan status netral pada prajurit yang terluka dan orang-orang yang merawatnya yaitu personil kesehatan.
B. Komponen Gerakan
Liga Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Pada akhir perang dunia pertama sebagian besar daerah di Eropa sangat kacau, ekonomi rusak, populasi berkurang drastis karena epidemi, sejumlah besar pengungsi yang miskin dan orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan memenuhi benua itu. Perang tersebut sangat jelas menunjukkan perlunya kerjasama yang kuat antara perhimpunan Palang Merah, yang karena aktivitasnya dalam masa perang dapat menarik ribuan sukarelawan. Henry P. Davison, Presiden Komite Perang Palang Merah Amerika, mengusulkan pada konferensi internasional medis (April 1919, Cannes, Perancis) ”untuk memfederasikan perhimpunan palang merah dari berbagai negara menjadi sebuah organisasi setara dengan liga bangsa-bangsa, dalam hal peperangan dunia untuk memperbaiki kesehatan, mencegah penyakit dan mengurangi penderitaan.”
Liga Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah[1] kemudian secara formal terbentuk dengan markas besarnya di Paris oleh Perhimpunan Palang Merah dari Perancis, Inggris, Itali, Jepang, Amerika Serikat pada tanggal 5 Mei 1919 dengan tujuan utama memperbaiki kesehatan pada negara-negara yang telah sangat menderita setelah perang. Liga itu juga bertujuan untuk ‘memperkuat dan menyatukan aktivitas kesehatan yang sudah ada dalam Perhimpunan Palang Merah dan untuk mempromosikan pembentukan perhimpunan baru.’ Bagian penting dari kerja Federasi adalah menyediakan dan mengkoordinasi bantuan bagi korban bencana alam dan epidemi. Sejak 1939 markas permanennya ada di Jenewa. Pada tahun 1991, keputusan diambil untuk merubah nama Liga Perhimpunan Palang Merah menjadi Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah atau IFRC (International Federation of the Red Cross and Red Crescent Societis).
Selanjutnya, baik IFRC, ICRC dan Perhimpunan Nasional, merupakan bagian dari komponen Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah atau biasa disebut dengan ”Gerakan” saja. Komponen Gerakan dalam menjalankan tugasnya sesuai Prinsip Dasar dan mandat masing-masing sebagaimana yang disebut dalam Statuta Gerakan.
International Committee of the Red Cross
Sebagai sebuah lembaga swasta dan mandiri, ICRC bertindak sebagai penengah yang netral antara dua negara yang berperang atau bermusuhan dalam konflik bersenjata Internasional, konflik bersenjata non-Internasional dan pada kasus-kasus kekerasan internasional. Selain itu, juga berusaha untuk menjamin bahwa korban kekerasan di atas, baik penduduk sipil maupun militer serta menerima perlindungan dan pertolongan.
Pada kasus-kasus konflik bersenjata Internasional maupun non-Internasional, aksi kemanusiaan ICRC didasarkan pada Konvensi dan protokol-protokolnya. Ini alasan mengapa kita mengatakan bahwa sebuah mandat khusus telah dipercayakan kepada ICRC oleh komunitas negara-negara peserta konvensi tersebut. Pada kasus-kasus kekerasan internal, ICRC bertindak berdasar pada hak inisiatif kemanusiaan seperti tercantum dalam statuta gerakan.
ICRC adalah pelindung prinsip-prinsip dasar gerakan dan pengambil keputusan atas pengakuan perhimpunan-perhimpunan nasional, dimana dengan itu mereka menjadi bagian resmi dari gerakan. ICRC bekerja untuk mengembangkan HPI, menjelaskan, mendiseminasikan dan mempromosikan Konvensi Jenewa. ICRC juga melaksanakan kewajiban yang ditimpakan padanya berdasarkan Konvensi-konvensi tersebut dan memastikan bahwa konvensi-konvensi itu dilaksanakan dan mengembangkannya apabila perlu.
Perhimpunan Nasional
Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah adalah organisasi kemanusiaan yang ada di setiap negara anggota penandatangan Konvensi Jenewa. Tidak ada negara yang dapat memiliki lebih dari satu Perhimpunan Nasional. Sebelum sebuah perhimpunan baru disetujui oleh ICRC dan menjadi anggota Federasi, beberapa syarat ketat harus dipenuhi. Menurut statuta gerakan Perhimpunan Nasional yang baru didirikan harus disetujui oleh ICRC. Untuk dapat memperoleh persetujuan dari ICRC, sebuah Perhimpunan Nasional harus memenuhi 10 syarat yaitu:
• Didirikan disuatu Negara Peserta Konvensi Jenewa 1949
• Satu-satunya Perhimpunan PM/BSM Nasional di Negaranya
• Diakui oleh Pemerintah Negaranya
• Memakai nama dan lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah
• Bersifat mandiri
• Memperluas kegiatan di seluruh wilayah
• Terorganisir dalam menjalankan tugasnya dan dilaksanakan diseluruh wilayah negaranya
• Menerima anggota tanpa membedakan latar belakang
• Menyetujui statuta Gerakan
• Menghormati Prinsip-prinsip Dasar Gerakan dan menjalankan tugasnya sejalan dengan prinsip-prinsip HPI
Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Badan ini mendukung aktivitas kemanusiaan yang dilaksanakan oleh perhimpunan nasional atas nama kelompok-kelompok rentan dan bertindak sebagai juru bicara dan sebagai wakil Internasional mereka. Federasi mendukung Perhimpunan Nasional dan ICRC dalam usahanya untuk mengembangkan dan menyebarluaskan pengetahuan tentang HPI dan mempromosikan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan.
Statuta Gerakan
Statuta Gerakan adalah salah satu dasar yang menentukan struktur dan kewajiban ICRC, Federasi, dan Perhimpunan Nasional. Statuta Gerakan disusun pada tahun 1928. Kemudian direvisi pada tahun 1952 direvisi lagi pada tahun 1986, tepatnya pada Konferensi Internasional yang ke-25 yang dilaksanakan di Jenewa.
Statuta ICRC
ICRC menetapkan statutanya pada tahun 1915. Semenjak itu mereka sudah merevisinya beberapa kali. Khususnya, mereka berefleksi dan mengembangkan pokok-pokok pikiran dari pasal 5 Statuta Gerakan. Untuk lebih persisnya, sebagai tambahan atas apa yang sudah disebutkan di atas, statuta itu menyebutkan bahwa ICRC harus:
> Melindungi dan mempromosikan penghormatan kepada prinsip-prinsip dasar gerakan, demikian juga dengan penyebarluasan pengetahuan HPI yang dapat dipakai dalam konflik bersenjata;
> Mengakui semua Perhimpunan Nasional yang dibentuk berdasarkan persyaratan yang tercantum dalam statuta gerakan;
> Mengemban tugas yang diberikan oleh Konvensi Jenewa dan memastikan bahwa HPI dilaksanakan dangan setia.
> Menyediakan perlindungan dan bantuan, dalam kapasitasanya sebagai penengah netral kepada militer dan korban sipil dari konflik bersenjata.· Mengelola, menjalankan Badan Pusat Pencarian;
> Melaksanakan mandat yang dipercayakan kepadanya oleh Konferensi Internasional.
Statuta Federasi
Statuta Federasi memutuskan tanggung jawab Federasi sebagai berikut:
> Bertindak sebagai badan penghubung dan koordinasi permanen dari Perhimpunan-Perhimpunan Nasional;
> Memberikan bantuan kepada Perhimpunan Nasional yang mungkin memerlukan dan memintanya;
> Mempromosikan pembentukan dan pengembangan Perhimpunan Nasional;
> Mengkoordinasi operasi bantuan yang dilaksanakan oleh Perhimpunan Nasional dalam rangka membantu korban bencana alam dan pengungsi di tempat di mana tidak ada konflik bersenjata.
Statuta Perhimpunan Nasional
Setiap Perhimpunan Nasional memiliki statuta sendiri-sendiri. Walaupun mungkin berbeda satu dengan yang lain, statuta itu harus mencerminkan semangat gerakan dan memperhatikan ketentuan-ketentuan umum dalam statuta gerakan. Harus diperhatikan bahwa seperangkat “model statuta” tersedia untuk digunalan oleh perhimpunan nasional. Tujuan untuk pembuatan model tersebut pada tahun 1952 tidak untuk digunakan sebagai satu-satunya peraturan bagi semua perhimpunan nasional tetapi untuk mewujudkan prinsip-prinsip konvensi dan gerakan, yang merupakan aplikasi universal. Model statuta ini sudah diubah sampai berkali-kali dan pantas untuk menjadi pedoman bagi perhimpunan nasional baru dalam membuat rancangan statutanya sendiri.
Referensi
1. International Committee of the Red Cross, 1994, Handbook of the International Red Cross and Red Crescent Movement, ICRC, Geneva
2. International Committee of the Red Cross, 1998, Mengenal Lebih Jauh Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, ICRC, Geneva.
3. Muin, Umar, 1999, Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
[1] Pada saat itu, beberapa negara dimulai dari kerajaan Ottonam (Turki), sudah menggunakan Lambang Bulan Sabit Merah sebagai Lambang perhimpunan nasionalnya.
materi by rere_edane_sumselhttps://www.youtube.com/watch?v=J-r0NH_2Rho
Langganan:
Postingan (Atom)